Sikap Tidak Puas Termasuk Ingkat Takdir ?


Salah satu rukun iman adalah beriman terhadap qadha dan qadar. Qadha adalah ketetapan Allah SWT. Yang bersifat azali tentang ada atau tidak adanya sesuatu. Sedangkan qadar adalah penciptaan Allah atas sesuatu dalam bentuk tententu dan dalam waktu tertentu. Kadang kedua istilah ini disebut dengan makna yang sama. Biasanya orang menyebutnya dengan takdir.

Seseorang tidak mengetahui takdirnya, kecuali setelah terjadi. Hanya Allah yang maha mengetahui takdir setiap hamba-Nya. Karena itu, seseorang tidak boleh beralasan dengan takdir untuk suatu perbuatan yang belum ia kerjakan.

Sebagai bagian dari keimanan kita terhadap qadha dan qadar ini, kita wajib meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi di muka bumi ini kecuali atas pengetahuan, izin dan ketetapan Allah. Allah Ta’ala senantiasa bersikap adil dan bijaksana dalam penetapan semua qadha dan qadar-Nya juga aturanNya. Tujuan-Nya selalu selaras dengan KehendakNya. Apa yang Ia kehendaki pasti terjadi. Allah Maha Mengetahui apa yang telah, sedang dan akan terhadi. Jadi takdir itu adalah bagian dari kehendak Allah.

Adapun hikmah dirahasiakannya takdir itu adalah untuk mendorong kita untuk senantiasa beramal shalih secara sungguh-sungguh. Dalam contoh sehari-hari saja, seorang pelajar yang belum mengetahui apakah ia lulus atau tidak akan belajar sungguh-sungguh. Berbeda dengan orang yang telah diberitahu bahwa dirinya pasti lulus walaupun tanpa ujian.

Takdir tidak dapat dijadikan hujjah untuk sesutu yang akan terjadi, tapi dapat hujjah untuk sesuatu yang telah terjadi. Dizaman Khalifah Umar bin Khattab pernah terjadi pencurian. Ketika tangannya akan dipotong, ia berkata bahwa dirinya mencuri karena takdir Allah. Ungkapan inipun dibalas oleh Umar ra, “Dan kamipun memotong tanganmu atas takdir Allah”.

Keimanan terhadap takdir yang disertai keyakinan penuh dan teguh akan kemahaadilan, Allah SWT. Akan mendorong setiap muslim untuk beramal shalih. Sebab, semuanya telah ditetapkan. Kebaikan akan mendapat ganjaran baik pula, begitu pula sebaliknya. Rasulullah bersabda kepada ibnu Abbas ra, “Ketahuilah walaupun umat manusia berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah atasmu. Pena-pena telah diangkat dan catatan-catatan telah kering”.

Jika kita telah berada dalam suatu kondisi, maka itulah takdir kita. Lalu, ketika kita ingin berupaya melangkah kearah yang lebih baik lagi, bukan berarti itu kufur dan ingkar terhadap takdir. Seorang mukmin dituntut untuk selalu berbuat baik dan berupaya untuk menjadi yang terbaik. Ketika ia berusaha dengan ikhlas serta sungguh-sungguh, kemudian mendapatkan hasil di luar dari harapannya, maka ia pun ridha terhadap ketentuan Allah itu. Bukan berarti ia berhenti berbuat ke arah yang lebih baik lagi, namun ia terus berusaha, karena usaha itu juga merupakan bagian dari pada ibadah.

Yang harus dialakukan oleh setiap manusia adalah beriman dan beramal shalih dengan ikhlas sebagaimana tuntunan Rasulullah saw, seraya berdoa akan diberikan akhir kehidupan yang baik.

Wallahu ‘Alam.

Seruan Mulia

About Seruan Mulia

situs web islami kini dan masa depan

Subscribe to this Blog via Email :