A. Nutrisi Pertumbuhan Bakteri
Semua bentuk kehidupan mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi berupa zat–zat kimiawi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitas lainnya. Nutrisi bagi pertumbuhan bakteri, seperti halnya nutrisi untuk organisme lain mempunyai kebutuhan akan sumber nutrisi, yaitu:
1. Bakteri membutuhkan sumber energi yang berasal dari energi cahaya (fototrof) dan senyawa kimia(kemotrof).
2. Bakteri membutuhkan sumber karbon berupa karbon anorganik (karbon dioksida) dan karbon organik (seperti karbohidrat).
3. Bakteri membutuhkan sumber nitrogen dalam bentukm garam nitrogen anorganik (seperti kalium nitrat) dan nitrogen organik (berupa protein dan asam amino).
4. Bakteri membutuhkan beberapa unsur logam (seperti kalium, natrium, magnesium, besi, tembaga dsb).
5. Bakteri membutuhkan air untuk fungsi – fungsi metabolik dan pertumbuhannya.
Bakteri dapat tumbuh dalam medium yang mengandung satu atau lebih persyaratan nutrisi seperti di atas. Keragaman yang luas dalam tipe nutrisi bakteri, memerlukan penyiapan medium yang beragam untuk menumbuhkannya. Medium pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria, seperti berdasarkan sumbernya, tujuan kultivasi, status fisik dsb. Bebebrapa media untuk pertumbuhan bakteri dpat dilihat dalam tabel 4.1.a
Dasar Penggelompokkan | Ciri | Contoh |
Sumber nutrien | Alamiah Buatan | Susu Campuran zat-zat kimia |
Status fisik | Padat Semi padat Cair | Kaldu agar Agar lunak Kaldu cair |
Identifikasi bakteri | Kompleks (komposisi kimia tak diketahui ) | Agar nutrien |
Menunjang pertumbuhan | medium pengaya | Kaldu infusi jantung |
Bakteri sulit tumbuh | | |
Perbedaan pertumbuhan | Medium diferensial | Agar eosin metilin biru (EMB)-agar |
Pertumbuhan selektif | Medium selektif | Salmonella- Shigella agar |
Pengukuran kuantitatif vitamin dan antibiotik | Medium uji | Medium vitamin B12 |
B. Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid.
Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag (fase lamban atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase), fase stationer (fase statis atau stationary phase) dan fase penurunan populasi (decline). Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase yang baru.
· Fase lag. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatan komponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis sel maksimum.
· Fase log/pertumbuhan eksponensial. Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama.
· Fase stasioner. Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.
· Fase penurunan populasi/kematian. Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup.
Laju pertumbuhan instantaneous (spesifik untuk setiap mikroorganisme dan medium biakan. Hal tersebut awalnya dibentuk oleh faktor-faktor seperti kapasitas pertumbuhan mikroorganisme tetapi dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam mengekspresikan nilai maksimum yang ril, nilai yang tercatat untuk fase eksponensial pada kurva pertumbuhan, biakan harus tumbuh di bawah kondisi lingkungan optimal pada medium yang tidak dibatasi oleh kelebihan substrat dan faktor pertumbuhan, jadi laju pertumbuhan tidak bergantung pada faktor tersebut.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan seluruh unsur pokok kimia sel. Hal tersebut merupakan suatu proses yang memerlukan replikasi seluruh struktur, organel, dan komponen protoplasma seluler dengan adanya nutrien dalam lingkungan sekelilingnya. Dalam pertumbuhan bakteri, semua substansi esensial harus tersedia untuk sintesis dan pemeliharaan protoplasma, dengan sumber energi, dan kondisi lingkungan yang sesuai.
Sebagai suatu kelompok, bakteri merupakan organisme yang sangat “pintar”. Mereka memperlihatkan kemampuan yang sangat besar dalam menggunakan bahan makanan yang tersebar, menyusun bahan anorganik menjadi senyawa organik yang sangat kompleks. Beberapa spesies juga belajar tumbuh pada berbagai relung ekologik dengan temperatur, keasaman, dan tekanan oksigen yang ekstrim. Kemampuan bakteri untuk bertahan di bawah keadaan sekitar yang demikian merupakan perlindungan dari adaptabilitas tinggi dan refleks kapasitasnya dalam keberhasilan merespon suatu stimulus yang dianggap asing atau tidak pernah ditemui sebelumnya.
1. Faktor Nutrisi
Karbon. Dua pola dasar kebutuhan nutrisi bakteri dan cermin kemampuan metabolisme yang dimilikinya disajikan dalam Tabel 4-2. Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit organik esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya. Dalam praktek laboratorium, glukosa secara luas digunakan sebagai sumber karbon organik, tetapi berbagai senyawa lain juga dapat digunakan secara khusus atau sumber karbon tertentu oleh bakteri yang berbeda. Di antara bakteri yang “pintar”, Pseudomonas menggunakan lebih dari 100 senyawa organik yang berbeda sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi.
Tipe | Sumber karbon | Sumber energi | Donor elektron | contoh |
Fotolitotrof | CO2 | Cahaya | Senyawa organik (H2S,S) | Bakteri sulfur ungu/ hijau |
Fotoorganotrof | Senyawa organik (sebagai tambahan terhadap CO2) | Cahaya | Senyawa organik | Bakteri nonsulfur ungu |
Kemolitotrof | CO2 | Reaksi redoks | Senyawa organik (H2, S, H2S, NH3, Fe) | Bakteri denitrifikasi |
Kemoorganotrof | CO2 | Reaksi redoks | Senyawa organik (glukosa) | Sebagian besar bakteri |
Faktor Pertumbuhan. Sejumlah bakteri heterorofik tidak dapat tumbuh tanpa suplai satu atau lebih faktor pertumbuhan. Senyawa tersebut biasanya ditambahkan dalam medium kultur dalam bentuk ekstrak ragi atau darah, termasuk vitamin B-kompleks, asam amino, purin, dan pirimidin. Vitamin B-kompleks berperan sebagai katalitik dalam sel juga komponen koenzim atau sebagai grup prostetik enzim. Organisme yang mampu mensintesis faktor pertumbuhan biasanya tidak memerlukan senyawa tersebut dari luar.
Ion anorganik. Sejumlah kecil ion anorganik dibutuhkan oleh semua bakteri. Selain nitrogen, sulfur dan fosfor yang terdapat sebagai unsur dalam senyawa biologik , kalium, magnesium dan kalsium pada bakteri fungsinya berhubungan dengan polimer anionik tertentu. Magnesium berfungsi menstabilkan ribosom, membran sel, asam nukleat, dan dibutuhkan untuk aktivitas sejumlah enzim. Kalium juga dibutuhkan untuk aktivitas sejumlah enzim, dan konsentrasi kalium dalam sel bakteri Gram-positif dipengaruhi oleh kandungan asam teikoat pada dinding sel. Sebagian besar bakteri membutuhkan besi, magnesium, seng, kupri, dan kobalt, dan untuk bakteri lain kebutuhan molibdenum dan selenium dianggap esensial. Kebutuhan unsur tersebut untuk bakteri lain lebih sulit untuk diperkirakan, karena kadang-kadang diperlukan atau kehadirannya dianggap sebagai unsur kontaminan dalam medium.
Oksigen. Kebutuhan oksigen pada bakteri tertentu mencerminkan mekanisme yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Berdasarkan kebutuhan oksigen tersebut, bakteri dapat dipisahkan menjadi lima kelompok:
1. Anaerob obligat yang tumbuh hanya dalam keadaan tekanan oksigen yang sangat rendah dan oksigen bersifat toksik.
2. Anaerob aerotoleran yang tidak terbunuh dengan paparan oksigen.
3. Anaerob fakultatif, dapat tumbuh dalam keadaan aerob dan anaerob.
4. Aerob obligat, membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
5. Bakteri mikroaerofilik yang tumbuh baik pada tekanan oksigen rendah, tekanan oksigen tinggi dapat menghambat pertumbuhan.
Pada anaerob toleran dan obligat, metabolismenya bersifat fermentatif kuat. Pada anaerob fakultatif, cara metabolisme respirasi dilakukan jika tersedia oksigen, tetapi tidak terjadi fermentasi. Pada saat bakteri tumbuh dalam keadaan terdapat udara, terjadi sejumlah reaksi enzimatik dan mengakibatkan produksi hidrogen peroksida dan radikal superoksida. Pada bakteri aerob, aerotoleran, dan anaerob fakultatif, enzim dismutase superoksida mencegah akumulasi ion superoksida, tetapi pada anaerob obligat enzim tersebut tidak terdapat:
Pada bakteri anaerob fakultatif dan aerobik, hidrogen peroksida yang dibentuk dalam reaksi dismutase secara cepat dirusak oleh katalase. Meskipun bakteri aerotoleran, seperti bakteri asam laktat tidak memiliki katalase, peroksidase yang dimilikinya dapat merusak H2O2 , menyebabkan bakteri dapat tumbuh pada keadaan tersedianya oksigen.
Karbon dioksida. Bakteri pengguna CO2 sebagai sumber karbon seluler utama, ialah bakteri kemolitotrof dan fotolitotrof . Selain itu, kemoorganotrof juga membutuhkan suplai CO2 yang memadai untuk fiksasi CO2 heterotrofik dan untuk sintesis asam lemak. Karbon dioksida secara normal dihasilkan selama katabolisme senyawa organik, oleh karena itu tidak dianggap sebagai faktor pembatas. Beberapa bakteri, seperti Neisseria dan Brucella, memiliki satu atau banyak enzim yang berafinitas rendah terhadap CO2 dan membutuhkan CO2 pada konsentrasi yang lebih tinggi (10%) dibanding CO2 yang terdapat di atmosfir (0,03%). Keadaan ini harus dipertimbangkan untuk kepentingan isolasi dan biakan bakteri tersebut.
2. Faktor Fisik
Potensial Reduksi-Oksidasi. Potensial Reduksi-Oksidasi (Eh) pada medium kultur merupakan faktor kritis dalam penentu pertumbuhan suatu inokulum yang ada pada saat dipindahkan ke media yang baru. Pada sebagian besar media yang kontak dengan udara,
Eh sekitar + 0,2 sampai + 0,4 Volt pada pH 7. Anaerob obligat tidak dapat tumbuh pada keadaan demikian, Eh yang dibutuhkan paling sedikit – 0,2 Volt. Keadaan kultur anaerobik dapat dibuat dengan mengeluarkan oksigen, menggunakan sistem kultur anaerobik atau dengan penambahan senyawa yang mengandung-sulfidril, seperti kalsium tioglikolat (merkaptoasetat). Selama pertumbuhannya bakteri aerobik dan anaerobik mengalami penurunan Eh lingkungan, hal ini dapat diamati dan penting dalam infeksi bernanah yang disebabkan oleh campuran bakteri aerobik dan anaerobik yang mampu menyebabkan infeksi yang dimulai oleh bakteri aerobik.
Temperatur. Setiap bakteri memiliki temperatur optimal dimana mereka dapat tumbuh sangat cepat dan memiliki rentang temperatur dimana mereka dapat tumbuh. Pembelahan sel sangat sensitif terhadap efek kerusakan yang disebabkan temperatur; betuk yang besar dan aneh dapat diamati pada pertumbuhan kultur pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur yang mendukung tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Berdasarkan rentang temperatur dimana dapat terjadi pertumbuhan, bakteri dikelompokkan menjadi tiga:
1. Psikrofilik, -5oC sampai 30oC, optimum pada 10-20oC;
2. Mesofilik, 10-45oC, optimum pada 20-40oC;
3. Termofilik, 25-80oC, optimum pada 50-60oC.
Temperatur optimal biasanya mencerminkan lingkungan normal mikroorganisme. Jadi, bakteri patogen pada manusia biasanya tumbuh baik pada temperatur 37oC.
Konsentrasi Ion Hidrogen. pH medium biakan juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, untuk pertumbuhan bakteri juga terdapat rentang pH dan pH optimal. Pada bakteri patogen pH optimalnya 7,2 – 7,6. Meskipun medium pada awalnya dikondisikan dengan pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tetapi, secara bertahap besarnya pertumbuhan akan dibatasi oleh produk metabolit yang dihasilkan mikroorganisme tersebut.
E. SIKLUS SEL BAKTERI
Sel yang tumbuh dipersiapkan untuk membelah. Laju pertumbuhan, dan frekuensi pembelahan bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Dalam periode yang pendek, seringkali selama 20 menit, suatu bakteri dapat membentuk duplikatnya yang lengkap, yang kemudian disebut kemampuan berduplikasi. Pada baiakan pertumbuhan eksponensial, bakteri membelah setelah menggandakanvolume sel dengan menggandakan panjang sel.
Bakteri tidak menunjukkan siklus sel seperti pada organisme eukariot. Sedangkan sintesis DNA sel eukariot dibatasi fase S siklus sel, pada bakteri yang tumbuh secara eksponensial sintesis DNA terjadi sepanjang siklus pembelahan saja. Pada bakteri tahap duplikasi tidak berurutan satu dengan lainnya tetapi overlap (saling tumpang tindih), banyaknya overlaping bergantung pada medium biakan.
1. Sporulasi
Komponen unik bakteri tertentu (contoh Bacillus dan Clostridium) adalah kemampuannya untuk membentuk endospora. Pada beberapa titik dalam siklus sel vegetatif bakteri pembentuk-spora, pertumbuhan diistirahatkan dan sel berubah secara progresif mengakibatkan pembentukan endospora (Gambar 4-2).Spora merupakan struktur dorman yang mampu bertahan dalam periode yang lama dan dibantu dengan kapasitas untuk membentuk kembali tahap vegetatif pertumbuhan di bawah kondisi lingkungan yang sesuai. Proses yang dilibatkan dalam sporulasi, juga pemecahan spora dorman dan tahap munculnya sel vegetatif, menyajikan suatu contoh primitif dari diferensiasi uniseluler.
Komponen Endospora
Pembentukan endospora terjadi selama fase stationer pertumbuhan setelah terjadi penurunan nutrien tertentu dalam medium biakan atau lingkungan. Spora tunggal dihasilkan dalam satu sel vegetatif dan berbeda dari sel induknya dalam hal morfologi dan komposisi, peningkatan resistensi terhadap lingkungan yang merugikan, dan ketiadaan kemampuan mendeteksi aktivitas metabolik. Resistensi spora terhadap panas menjadi perhatian utama dalam bidang kesehatan, tetapi peningkatan resistensi spora terhadap pengeringan, pembekuan, radiasi dan pengrusakan oleh senyawa kimia, merupakan faktor yang sangat penting dalam lingkungan alaminya. Nilai selektif primer spora terletak pada panjang usianya dalam tanah berpasangan dengan kemampuan untuk bergerminasi di bawah kondisi lingkungan yang sesuai.
Dasar Resistensi Spora.
Pada sel yang bersporulasi, resistensi terhadap berbagai bahan kimia dan faktor fisik nampak pada setiap tahap yang berbeda, bersamaan dengan perubahan komposisi fisikokimia sel. Resistensi terhadap radiasi, kekeringan, dan bahan kimia toksik terjadi setelah sel terlihat berbias dan bergantung paling tidak pada bagian komponen kaya-sistein, yaitu protein pelapis spora miripkeratin. Reistensi terhadap panas ditandai dengan kandungan air yang sangat rendah pada protoplas yang menyebabkan protein dan asam nukleat lebih resisten terhadap denaturasi. Penurunan kandungan air terjadi pada tahap akhir sporulasi, pada waktu pembentukan korteks dan pada saat spora pertamakali terlihat sebagai obyek yang membias. Komponen utama korteks adalah peptidoglikan yang secara radikal berbeda dari sel vegetatifnya. Peptidoglikan dinding sel dimana terdapat banyak hubungan-lintas tetrapeptida, pada polimer korteks keadaan terjadi sebaliknya, hubungan-lintas tersebut nampak menurun. Penurunan derajat hubungan-lintas dianggap berperan penting dalam kontraksi pemadatan dan dehidrasi korteks selama sporulasi. Korteks sendiri mampu dan berperan memelihara status resisten pada protoplas.
Resistensi terhadap panas juga berhubungan dengan konsentrasi kalsium dalam spora dan selama tahap sintesis asam dipikolinat sebagai komponen spora-spesifik. Asam dipikolinat merupakan bahan chelator (pengambil ) yang terdapat sebagai garam kalsium dalam protoplas spora dan jumlahnya sebanyak 10% dari berat kering spora matur. Dipikolinat menyisip dalam struktur heliks DNA, menggantikan air intramolekuler juga berikatan dengan jenis RNA yang berbeda.
2. Biokimia Sporulasi
Pada beberapa periode perkembangan sel, secara irreversibel metabolisme disalurkan pada arah sporulasi. Bukan satu macam hal yang bertanggung jawab dalam proses sporulasi, sebagai satu kesatuan tetapi setiap makromolekul spesifik bertanggung jawab pada setiap poin secara terpisah. Serangkaian perubahan struktur dan sitologik diperlukan menyertai perubahan fisiologik tersebut (Gambar 3-7). Polimer cadangan tertentu, seperti poli-(-hidroksibutirat, berakumulasi dan dimanfaatkan selama sporulasi.Terjadi pengurangan makromolekul secara besarbesaran, dan secara drastis terjadi tahap perubahan beberapa enzim. Disintesis struktur spora, dan struktur yang ada sebelumnya didegradasi. Kelompok molekul kecil ditemukan dalam spora yang sifatnya berbeda dari sel vegetatif. Selain asam dipikolinat, terdapat akumulasi ion divalen, dan asam L-glutamat tahap tinggi. Komponen predominan mereduksi kumpulan fosfat terlarut-asam yaitu asam 3- fosfogliserat sebagai pengganti ATP, yang merupakan komponen sel vegetatif.
Selama sporulasi dapat diamati beberapa perbedaan pola aktivitas enzim.Diantaranya yang berhubungan dengan mekanisme pembentukan spora, dan yang lain merupakan komponen spesifik pada spora itu sendiri. Katalase tahan-panas ditemukan dalam spora yang secara imunologik berbeda dari enzim sel vegetatif, dan enzim tertentu seperti glukosa dehidrogenase, suatu ribosilase, dan enzim litik spora yang hanya terdapat dalam spora. Salah satu tahap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ialah produksi dan sekresi antibiotik peptida dan berbagai eksoenzim khususnya protease. Protease berperan penting dalam pergantian protein intraseluler, tetapi hubungan antara sporulasi dengan produksi antibiotik belum diketahui. Selama sporulasi juga disintesis protein spora tterlarut-asam berukuran kecil (small acidsoluble spore proteins/SASP), yang disimpan dalam spora matang, protein ini secara cepat didegradasi menjadi asam amino bebas selama germinasi, dan digunakan kembali untuk sintesis protein. Dua dari protein tersebut juga memperlihatkan peran kunci pada resistensi spora dorman terhadap panas dan radiasi UltraViolet.
Permulaan Sporulasi
Sporulasi merupakan respon terhadap penurunan kadar nutrisi, khususnya ketersediaan sumber karbon dan nitrogen. Regulasi pembentukan spora bersifat negatif: sel membuat represor dari beberapa senyawa yang terkandung dalam medium untuk mencegah dimulainya sporulasi. Ketika senyawa tersebut berkurang, penghambat dilepaskan dan terjadi sporulasi. Kelangsungan metabolisme karbon dan nitrogen diperlukan untuk hambatan sporulasi. Jika proses tersebut menurun, hambatan akan dibebaskan dan sporulasi dimulai.
Faktor spesifik yang mengatur inisiasi sporulasi ialah GTP (guanosin trifosfat). Pada B. subtilis penurunan kumpulan GTP pada sel yang sedang tumbuh, cukup untuk memulai sporulasi. Seluruh kondisi penurunan nutrisi yang diketahui dapat memulai sporulasi dan menyebabkan penurunan GTP pada waktu sporulasi dimulai. Dua tipe pengurangan nutrisi yang mampu menurunkan GTP di bawah kondisi nutrien terbatas : 1). Penurunan prekursor purin, P-ribosil-PP , disebabkan terbatasnya suplai karbon, dan 2). Respon kuat terhadap pengurangan asam amino, yang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi nukleotida guanin terfosforilasi tinggi, ppGpp dan pppGpp.
3. Germinasi dan Pertumbuhan
Perubahan fisiologis dan struktural secara simultan terjadi selama transformasi spora dorman menjadi sel vegetatif. Proses germinasi spora terdiri dari tiga tahap fase :
1. Tahap aktivasi dimana kondisi lingkungan layak menyebabkan spora bergerminasi,
2. Tahap germinasi, selama terjadi hilangnya komponen khusus spora dorman, dan
3. Tahap pertumbuhan dimana spora dikonversi menjadi sel vegetatif baru.
Aktivasi merupakan proses reversibel yang penting dalam germinasi spora. Spora tidak bergerminasi atau bergerminasi sangat lambat paling sedikit diaktifkan oleh panas atau pemberian berbagai senyawa kimia. Aktivasi dapat melibatkan proses denaturasi makromolekul spesifik secara reversibel. Germinasi merupakan proses irreversibel pada spora yang diaktifkan dan dipicu oleh paparan faktor nutrien dan non-nutrien secara simultan. Germinan nutrien utama yaitu L-Alanin, selain itu beberapa asam amino, nukleosida dan glukosa. Germinasi merupakan proses berakhirnya tahap dorman. Selama tahap awal germinasi refraktilitas hilang dan terjadi pembengkakan korteks dan muncul fibril nukleus. Proses tersebut diikuti oleh hilangnya resistensi terhadap kerusakan akibat faktor fisik dan bahan kimia, terjadi peningkatan sulfidril spora, pelepasan komponen spora, dan peningkatan aktivitas metabolik. Germinasi spora tidak dihambat oleh antibiotik yang merusak sintesis protein dan asam nukleat, hal ini ditandai dengan adanya enzim untuk germinasi dalam spora.
Selama pertumbuhan terjadi sintesis protein dan komponen struktur khusus pada sel vegetatif. Selama tahap ini membran inti spora berkembang menjadi dinding sel vegetatif. Pertumbuhan merupakan periode aktivitas biosintetik aktif dan secara nyata dihambat oleh gangguan suplai energi dan antibiotik yang merusak sintesis dinding sel, protein dan asam nukleat.